Sirup Mapel dan Genosida Palestina

Dyna Rochmyaningsih
4 min readApr 25, 2024

Ada sesuatu yang berbeda dari langit Amerika. Beberapa kali saya menemukan fenomena yg tidak saya temukan di langit Indonesia. Di tengah langit biru, ada sesuatu yang mengeluarkan awan2 putih di ekornya. Anehnya, benda ini menuju kebawah. Jika dia menuju ke atas, saya asumsikan dia adalah roket yang meluncur (sok tahu). Tetapi ini koq meluncur ke bawah seperti ingin jatuh ke permukaan bumi. Apakah dia asteroid? oh tidak!

Saya bertanya tentang hal ini pada kolega saya yg bernama Lisa. Lisa adalah seorang jurnalis sains dengan keahlian meliput astronomi dan segala hal yang berkaitan dengan angkasa raya. Saat makan siang, saya katakan padanya bahwa saya melihat sesuatu yang aneh di langit. Lisa heran dan tidak yakin dengan apa yang saya lihat. “Could you take a picture and send it to me next time?,”

Kemarin, saat makan siang sendirian saya melihat benda itu lagi. Saya langsung mengeluarkan ponsel dan mengambil foto. Dengan sigap, saya langsung kirimkan fotonya ke Lisa. Jawabannya. “Oh, I think it’s just a plane. Sorry”. Saya tertawa dan keheranan sekaligus. “Sorry for crushing your awe,” katanya. Lisa memanglah orang paling ramah dan baik di kelas. Saya katakan padanya bahwa saya tetap kagum dan heran bahwa itu adalah sebuah pesawat. “So why is it going down?”. Lisa memberikan jawaban yg mengharuskan saya untuk membayangkan bumi sebagai sebuah bola raksasa. Tentu saja saya tahu fakta itu, tapi tak pernah sekalipun saya melihatnya dalam kehidupan sehari-hari saya.

Pesawat yang meluncur ke bawah

Kemampuan spasial adalah sesuatu yg sulit sy pelajari sedari kecil. Kalau ada soal matematika berbentuk kubus atau balok yg dikupas, saya kesulitan membayangkan apa jadinya kalau gambar dua dimensi itu disusun menjadi tiga dimensi. Tetapi saya bisa membayangkan bahwa pandangan kita terhadap langit Amerika dan langit Indonesia tidaklah sama karena kita berada di garis lintang yang berbeda. Pesawat itu terlihat menuju ke bawah karena dia ingin menuju suatu tempat di balik sana (ah ini pun saya belum bisa menjelaskan dengan baik karena kurang paham, haha).

Pengalaman melihat pesawat yg menuju ke bawah mengingatkan saya betapa pandangan manusia ditentukan oleh pengalaman2nya. Bagi Lisa, yang paham tentang ilmu angkasa dan tinggal di Amerika sejak lama, itu adalah suatu hal yg biasa. Tapi bagi saya, yang 37 tahun hidup di khatulistiwa dan tidak bisa membayangkan pola kubus kalau dikupas, itu adalah suatu hal yg baru dan menakjubkan. Itu baru cara kita memandang langit. Bagaimana perbedaan pandangan kita terhadap soal2 lain? Apakah kita masih percaya diri bahwa pandangan kita adalah yang paling benar? Apakah itu tidak akan berubah jika kita berpindah ke tempat baru?

Tidak ada kebenaran sejati selain Yang Maha Benar. Namun yang kita lihat justru banyak orang2 merasa benar dari pengalaman2nya yang sedikit. Padahal sejauh apapun kita melangkah, sebanyak apapun kita belajar, kebenaran tetaplah sesuatu yang bersifat relatif. Dalam kasus genosida Palestina, banyak orang2 Amerika hanya membaca media yg menampilkan segalanya hitam dan putih. Mereka mengatakan Islam adalah agama yang anarkis dan menekan perempuan (kebayakan orang di Cambridge/Boston tidak begitu). Begitu juga di Indonesia, banyak orang mengambil kesimpulan bahwa Amerika itu kafir dan semua orang Yahudi itu jahat. Padahal, mungkin mereka baru memandang dari satu sisi.

Mahasiswa2 Harvard sedang menuliskan nama2 korban genosida Palestina di bulan November 2023. Image by: me

Ketika seorang jurnalis Amerika berkunjung ke Takengon, Aceh, untuk meliput untuk kesejahteraan petani kopi, para petani justru menolak untuk diwawancara karena mereka menganggap semua orang Amerika jahat. Saat mahasiswa2 universitas mentereng di Amerika kompak melakukan aksi pro-Palestina dan anti-Zionis Israel. Orang-orang Indonesia bertanya, “apakah mereka Muslim”? Kejadian-kejadian ini sebenarnya adalah fenomena yang sama dengan fenomena pesawat yang tampak menuju ke bawah. Kejadian yang mengusik kembali pandangan kita tentang dunia.

Selain pesawat yang tampak jatuh ke bawah, saya juga pengalaman lain yang meyakinkan saya bahwa kebenaran tidaklah sederhana. Di suatu siang, Lisa membawakan sekotak sirup mapel untuk saya. “I bought it in Vermont. I thought you guys would love it,” Saya hanya bisa berterima kasih dengan tulus. Dari sembilan kolega, Lisa yang berdarah Yahudi ini adalah satu2nya orang yang mengingat saya dan anak2 saya saat di Vermont. Kami seharusnya pergi bersama mereka untuk menyaksikan gerhana matahari total disana. Namun tidak jadi pergi karena anak-anak sakit waktu itu.

Sirup mapel dari Vermont. Imag by: me

Tidak semua orang Yahudi itu jahat. Juga tidak semua orang Amerika anti-Palestina. Namun apa artinya ini untuk situasi saat ini di Gaza?

Apa yang terjadi disana adalah sebuah kejahatan yang absolut. Kejahatan yang dikutuk oleh agama manapun. Dan disini kita lihat bahwa baik dan buruk adalah suatu hal yang melintasi kategori-kategori yang dibuat manusia. Tidak perlu menjadi seorang Muslim untuk melihat kejamnya pemerintah Israel. Dan seseorang tidak perlu menjadi WNI untuk membantu para petani yang kesulitan di Indonesia. Kenyataannya, banyak Muslim yang menutup mata akan penderitaan di Gaza dan banyak warga Indonesia yang menghambur-hamburkan uang saat petani susah payah berladang.

Semoga hati kita semua dilindungi oleh Yang Maha Benar dari kategori-kategori yang diciptakan manusia.

--

--