Kisah Lain tentang Asal Mula (1)

Dyna Rochmyaningsih
3 min readSep 25, 2023

Setiap manusia pasti pernah bertanya: bagaimana semua ini bermula? Sebuah pertanyaan besar yang menggema dalam hati manusia semenjak keberadaan akalbudinya. Setiap agama dan keyakinan memiliki kisahnya masing-masing, berusaha untuk menjawab dan memberikan kita alasan untuk terus hidup dengan sebuah tujuan.

Namun di akhir abad 20, ada sebuah jawaban lain yang muncul. Bukan dari agama atapun sebuah kepercayaan yang berusia ribuan tahun. Namun dari sains alam modern yang baru saja melesat di awal abad itu. Sains mengatakan semua berawal dari ketiadaan dan kemudian muncullah sebuah keteraturan yang indah. Alam semesta maha luas yang terus berkembang, yang mewujud karena interaksi atom-atom yang mematuhi sebuah hukum alam.

Setidaknya begitulah awal mula kita, tutur sains. Namun, awal cerita ini justru menambah banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang mengusik para ilmuwan. Apa yang selanjutnya terjadi setelah alam semesta dan bumi tercipta? Bagaimana atom-atom yang tidak “hidup” berubah menjadi sesuatu yang “hidup”. Sesuatu yang bergerak, lari dari musuh, dan beranak pinak? Bagaimana bumi yang panas dan meledak-ledak di awal usianya bisa menjadi tempat lahirnya kehidupan? Dan mengapa kita hanya menemukan kehidupan di bumi?

Pertanyaan-pertanyaan besar inimendorong berbagai penemuan-penemuan dan teori-teori baru. Perkembangan fisika modern memungkinkan para ilmuwan untuk menganalisis kondisi planet yang berada jauh di luar tata surya (exoplanet), perkembangan biologi molekuler memungkinkan ilmuwan untuk merakit RNA di dalam lab, dan perkembangan teknologi informasi memungkinkan ilmuwan untuk melakukan modelling mengenai iklim purba di usia awal bumi.

Image credit: Unsplash (Emma Birmin)

Apa yang mereka temukan?

Ada banyak hal yang mereka sampaikan namun seringnya mereka tidak sepakat untuk menuliskan alur cerita yang sama. Alih-alih pertanyaan, mereka justru memberikan teka-teki baru. Carl Sagan misalnya. Sains komunikator terbaik sepanjang masa ini memberi sebuah teka-teki untuk para ilmuwan: analisis fisika dan matematika mengatakan bahwa matahari kita 30% lebih redup pada awal usianya. Dengan begitu, sinar matahari tidaklah cukup untuk menyokong kehidupan di bumi. Bumi seharusnya menjadi sebuah bola salju! Namun, penemuan zircon di usia 4 milyar tahun lalu menunjukkan bahwa bumi telah memiliki lautan dan bahkan sudah memiliki biosfer (atmosfer yang menyokong kehidupan). Para ilmuwan pun mencoba untuk meneliti kondisi gas-gas rumah kaca di bumi yang mungkin saja menjadi perisai untuk memerangkap panas dan menghangatkan bumi.

Teka-teki lain adalah episode Late Heavy Bombardment. Perjalanan manusia ke bulan di akhir abad 20 membawa beberapa spesimen batu bulan yang didapatkan dari kawah-kawah disana. Analisis usia batuan dan keberadaan kawah ini menyiratkan adanya sebuah episode dentuman-dentuman besar yang menhujani bumi dan bulan. Sains bertutur, 4.0–3.8 milyar tahun yang lalu, Jupiter dan Saturnus keluar dari orbit mereka dan berpindah ke dalam orbit mereka sekarang. Akibatnya, asteroid-asteroid besar keluar dari lintasan sabuknya, menghujani bumi selama setidaknya 100 juta tahun. Nah, bagaimana kehidupan di bumi bisa selamat dari kiamat seperti itu?

Sains pun menduga-duga (tentu dengan bukti yang mereka punya). Kehidupan mungkin saja berawal dari hydrothermal vent di dasar lautan. Bukti molekuler pun menunjukkan bahwa urutan kode RNA ribosom semua mahluk hidup berkiblat pada urutan yang dimiliki oleh bakteri thermophile, alias bakteri pecinta suhu panas. Namun, ada juga yang menduga bahwa kehidupan berasal dari sebuah kolam hangat di permukaan bumi. Mereka mengatakan bahwa Late Heavy Bombardment adalah sebuah hipotesis yang lemah karena hanya didasari oleh beberapa spesimen yang dikumpulkan dalam waktu beberapa puluh jam. “Bagaimana itu bisa mewakili sejarah tata surya?,”

Di tengah ketidaksepakatan ini, para ilmuwan menemukan hal yang sama. Sebuah perasaan takjub luar biasa akan keterhubungan mereka dengan alam semesta. Tentang ketidaktahuan dan rasa penasaran yang (seharusnya) membawa mereka pada kerendahan hati. Kisah ini mungkin belum selesai, namun mereka tetap bertanya, mengamati, dan menguji. Meskipun kisah ini tak akan pernah selesai, setidaknya mereka menuliskan kisahnya sendiri.

--

--